Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Cerita Wafatnya Nabi Musa As

Disebutkan dalam riwayat, bahwa para malaikat yang mengurus pemakamannya dan yang menyalatkannya. Ketika itu, usia nabi Musa sekitar 120 tahun.

Kuwaluhan.com

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenceritakan tentang wafatnya Nabi Musa ‘alaihissalam sebagai berikut:

جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ. فَقَالَ لَهُ: أَجِبْ رَبَّكَ قَالَ فَلَطَمَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا، قَالَ فَرَجَعَ الْمَلَكُ إِلَى اللهِ تَعَالَى فَقَالَ: إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَكَ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ، وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِي، قَالَ فَرَدَّ اللهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى عَبْدِي فَقُلْ: الْحَيَاةَ تُرِيدُ؟ فَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ، فَمَا تَوَارَتْ يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ، فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا سَنَةً، قَالَ: ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ: ثُمَّ تَمُوتُ، قَالَ: فَالْآنَ مِنْ قَرِيبٍ، رَبِّ أَمِتْنِي مِنَ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ، رَمْيَةً بِحَجَرٍ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَاللهِ لَوْ أَنِّي عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ، عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ»

Malaikat maut datang kepada Nabi Musa ‘alaihissalam, lalu malaikat itu berkata kepadanya, “Penuhilah Tuhanmu.” Maka Nabi Musa segera memukul mata malaikat maut dan mencoloknya, kemudian malaikat itu kembali kepada Allah Ta’ala dan berkata, “Engkau mengirimku kepada seorang hamba yang tidak mau mati.” Dan ia telah mencolok mataku, lalu Allah mengembalikan matanya dan berfirman, “Kembalilah kepada hamba-Ku dan katakan, “Apakah engkau ingin hidup?” Jika engkau ingin hidup, maka letakkanlah tanganmu di atas punggung sapi, maka hidupmu sampai waktu sebanyak bulu yang tertutup tanganmu. Engkau masih dapat hidup setahun.” Kemudian Musa berkata, “Selanjutnya apa?” Allah berfirman, “Selanjutnya engkau mati.” Musa berkata, “Kalau begitu sekaranglah segera.” Wahai Tuhanku, matikanlah aku di dekat negeri yang suci yang jaraknya sejauh lemparan batu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, kalau sekiranya aku berada dekat sana, tentu aku akan memberitahukan kalian kuburnya di pinggir jalan, di dekat bukit pasir merah.” (HR. Muslim)

Pada suatu hari malaikat Izrail mendekati Musa as. Musa bertanya,“ Apakah engkau datang untuk mengunjungiku atau mencabut nyawaku?“

Izrail,“Untuk mengambil nyawamu.“
Musa,“Bisakah engkau beri kesempatan kepadaku untuk melakukan perpisahan dengan anak-anakku.“
Izrail,“Tidak ada kesempatan untuk itu.“
Musa bersujud kepada Tuhan memohon agar memerintahkan Izrail untuk memberikan kesempatan kepada Musa menyampaikan kata perpisahan kepada anak-anaknya.

Tuhan berkata kepada Izrail, “Berikan kesempatan kepada Musa.“
Izrail memberinya kesempatan. Musa as., mendatangi ibunya dan berkata,“Saya sebentar lagi mau melakukan safar.“
Ibunya bertanya,“Safar apa?“
Musa berkata,“Perjalanan ke akhirat“
Ibunya pun menangis.

Kemudia Musa mendatangi istrinya. Ia mengucapkan perpisahan kepada istrinya. Anak-anaknya mendekati pangkuan Musa as., dan menangis. Musa as., terharu dan ia menangis juga.

Tuhan berkata kepada Musa as.,“Hai Musa, kamu akan datang menemui-Ku. Untuk apa tangisan dan rintihan ini?“
Musa as. ,berkata,“Hatiku mencemaskan anak-anakku.“

Tuhan berfirman,“Hai Musa, lepaskan hatimu dari mereka. Biarkan aku menjaga mereka. Biarkan Aku mengurus mereka dengan kecintaanku.“ Barulah hati Musa as., berfikir tenang.

Musa bertanya kepada Izrail,“Dari mana engkau akan mengambil nyawaku ?“
Izrail,“Dari mulutmu.“

Musa,“Apakah engkau akan mengambil nyawaku lewat mulut yang sudah bermunajat kepada Tuhan?“
Izrail,“Kalau begitu lewat tanganmu.“
Musa,“Apakah engkau akan mengambil nyawaku melalui tangan yang pernah membawa lembaran-lembaran Taurat?“
Izrail,“Kalau begitu dari kakimu.“
Musa,“Apakah engkau mengambil nyawa dari kaki yang pernah berjalan ke bukit Thur untuk bermunajat kepada Tuhan ?“

Izrail kemudian memberikan jeruk yang harum untuk dihirup Musa dan Musa menghembuskan nafas yang terakhir.
Para malaikat bertanya kepada Musa,“ Ya ahwanal anbiya` mawtan. Kaifa wajadta al-mawt? Hai Nabi yang paling ringan matinya, bagaimana rasanya kematian ?“
Musa berkata,“Kasyatin tuslaku wa hiya hayyatun. Seperti kambing yang dikuliti hidup-hidup.“

Sungguh betapa sakit yang luar biasa ketika menghadapi kematian, oleh karenya ada sebuah doa yang dianjurkan untuk dibaca rutin agar diselamatkan Allah dari kepedihan jelang kematian.

Wallohua'lam Bisshowab